Super DAD


Huaaaa…minggu ini benar benar hari lahir, belum genap 2 minggu di bulan ini begitu banyak tangisan bayi mungil tanpa dosa menghiasi Puskesmas, ini juga yang membuat tidak sempat mengerjakan pe-er 12an yang datang pada saya, duh maaf, beribu maaf 😦

dari sekian bayak kelahiran bulan ini, saya ingin bercerita tentang seorang super DAD [menurut saya] yang sempat membuat heboh lantaran si ayah nekat membantu kelahiran 3 dari 5 anak yang dimilikinya di rumah, mengingat si ayah samasekali tak punya backround kesehatan, ini juga membuat miris karena Puskesmas sedang galaknya meningkatkan cakupan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan Photobucket, sempat dibuat bingung juga oleh kasus ini padahal puskesmas maupun polindes mudah dijangkau dari kediaman keluarga kecil ini, sampai suatu hari, si ibu dibawa ke Puskesmas karena prolapsus uteri [rahim yg keluar dari jalan lahir] akibat tarikan yang kuat karena mungkin diduga masih bagian dari plasenta [ari-ari] oleh si ayah saat melahirkan anak kelimanya, bayi yang baru lahirpun hanya diberikan perawatan seadanya, gunting yang digunakan untuk memotong talipusatpun mungkin hanya gunting biasa yang samasekali tidak steril, benang pengikat tali pusat hanya benang jahit yang belum tentu bersih, ckckkck

tak habis pikir juga sebenarnya seorang ayah mampu melakukan semua ini, merasa sudah terbiasa menolong kelahiran 2 anak terdahulunya, merasa bisa juga menolong kelahiran anak kelima ini, tapi kegawatan pasti tak ada yang bisa menduga kedatangannya.

Photobucket

siapapun yang melihat keluarga kecil ini mesti speechless, tak terkecuali saya… saya melihat masih adanya kepercayaan yang kental di keluarga ini, si ibu yang seorang hijaber sejati [bercadar], selalu tertutup dengan masyarakat sekitar terutama tenaga kesehatan, tidak pernah menggunakan KB, dan memiliki anak yang masih kecil kecil dengan jarak usia anak satu dengan anak lain sangat rapat. Masyarakat yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya hidup sehat, banyak yang sudah memiliki anak di usia yang jauh dari usia sehat bereproduksi, banyak persalinan  yang masih ditolong oleh dukun dan bukan tempat pelayanan kesehatan, rata rata setamat SMP sudah menikah…. jadi penyuluhan kesehatan reproduksi pun serasa sia-sia 😦

Bila sudah begini ujung ujungnya Bidan pasti jadi bahan pembicaraan, merasa tak mampu memaksimalkan akses pelayanan kehamilan dan persalinan… tapi saya sadar masyarakat kita pasti tak sedikit yang seperti ini, ini adalah tantangan terbesar Bidan apalagi di Lombok yang angka kematian ibu dan bayi masih cukup besar di Indonesia.

Photobucket


54 thoughts on “Super DAD

  1. hallo mbak mila, apa kabar? udah lama banget nih rasanya nggak berkunjung kesini.. sukses selalu ya mbak buat kerjanya mengedukasi masyarakat agar lebih perhatian dengan masalah kesehatannya dan nggak sembrono dalam melakukan tindakan sendiri.. 🙂

    1. ALHAMDULILLAH…

      tantangan besar mas, disini ga bisa disamakan dengan Jogja ternyata 🙂

      amin, semoga saya bisa menjalani amanah ini dengan baik

  2. wowowoooow..bener bener super duper tuh si ayah,salut bngt. sungguh pria yang bener2 bertanggung jawab 🙂 semoga bayi nya sehat ya..

    1. sangat bertanggung jawab malah, tapi menurut saya sedikit disalah artikan…

      ingin tak mengeluarkan biaya, padahal bersalin sekarang kan gratis tis tis…..

      🙂

  3. in teh seriusan ada? Bukan cerita ‘kan?
    waduh, ga serem gitu ya mbantu kelahiran anak sendiri?
    Mau bilang salut tapi kok rasane piye …

    Ah … *speechles juga jadinya*

  4. yang sabar ya bu bidan hehehehehe. . . . emang sepakat mbka. .. ternyata tidak cukup dengan belajar agama saja, ilmu pengetahuan dan wawasan juga harus dipelajari. . .

  5. Wah ga apa2, PR ga penting dibandingkan tugas mulia sebagai bidan, 😀

    Domisli di Lombok ya…? Rasanya perlu diadakan Workshop tentang Kesehatan terkait, 🙂

      1. Tetap semangat mbak, cari sponsor untuk ngadain workshop, atau penyuluhan gitu, amiin… 🙂

  6. Kantorku pernah membuat video tentang kesehatan ibu hamil. Dan ada kasus dimana Ibu hamil yang ingin melahirkan akhirnya meninggal karena sebuah rumah sakit (yang tidak perlu aku sebutkan namanya) tidak mau menanganinya dengan alasan administratif. 😐

  7. pilihan yang terlalu beresiko, apalagi menggunakan alat-alat yang kurang terjamin, ditambah lagi bukan karena ketidaan sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh negara

  8. wew fenomena masyarakat betul yah. masyarakat indonesia masih belum akrab dengan fasilitas umum yang bisa digunakannya. kalo orang2 bule, dokter atau rumahsakit adalah harga mati kalo soal kesehatan. di sisi lain, fasilitas umum seperti kesehatan di indonesia sendiri juga masih terhitung belum cukup mumpuni.
    semoga makin banyak orang2 berjiwa mulia yang berjuang untuk bantuan kesehatan yang lebih baik di indonesia. karena kalo mengandalkan pemerintah saja rasanya mustahil.

    1. iya Ilham, beginilah Indonesia …. namanya juga negara berkembang, jauh bila diandingkan dengan negara yang sudah maju…

      amin, semoga semakin banyak orang yang mengabdikan untuk kepentingan sesama khususnya dunia kesehatan

      1. sumpaah mbaaaa. . .
        tak bisa bobo dan tak bisa mandi sore. . wkwkwwk.

        Baguus tenan sist. . .ada robot mau jalan. 🙂
        Robotnya dikasih sensor ayooo biar bisa mendeteksi ibu-ibu yang akan melahirkan. ahahahaa. . .

      2. wah jangan donk, ntar ada erganggu gara2 ga mandi 😛

        seandainya robot danbo ini bisa kek gitu ya, ntar bidan bidan jadi males kerja deh 🙂

      3. ahaha. . mandi koq mbaaaaaaa. . .

        lhow?
        ya gak donk mba?
        si robot hanya mendeteksi. . . dan melaporkan “bu bidan,ruang nomor 4 akan segera melahirkan”. . .hahahahaah. 🙂

  9. Orang yang mengerti tidak akan melulu menyalahkan bidan karena ketidakberhasilan dalam hal pelayanan kehamilan dan persalinan, mbak Mila. Tapi tingkat pendidikan dan intelektual masyarakat kita yang kurang, juga salah satu faktor dari kegagalan itu.

    Seperti kata mbak Mila; tamat SMP aja mereka sudah nikah, lha bagaimana bisa ngerti masalah kesehatan reproduksi? apalagi orangnya tertutup seperti “hijaber” yang mbak ceritakan di atas. Susah!

    1. iyah mas, itu juga salah satunya….tingkat pengetahuan kurang memang sulit pemecahannya…

      budaya yang sudah mengakar semakin akan menambah problem ini, seperti menikah muda dan memiliki banyak anak 😦

  10. sebagai seorang lelaki mari kita menjadi imam & suami yg siaga….(bukan siaga pramuka ya…)…

    Mila : harus itu,suami yang bertanggung jawab ya :)…jangan jadi suami yang mau enaknya aja 🙂

  11. jangan dianggap enteng menangani proses persalinan karena kita tdk pernah tau ada komplikasi atau gak…lebih baik ditangani oleh yang benar2 berpengalaman dan memiliki alat2 lengkap

  12. Saya jg pake cadar, dan hamil anak kelima, tp suami jangankan nolong ngelahirkan, ngeliat aja ga berani. Masalahnya saya kira bukan sekedar pengiritan biaya, tapi penjagaan aurat istri. Masalah keyakinan memang ga bisa dipaksa, tapi lebih afdhol sih panggil bidan ke rumah, atau cari klinik yg amanah dan ketat menjaga hijab di ruang bersalin.

  13. sorry to say, buatku ini bukan super Dad, tapi stupid Dad. 😦

    kalo dia sayang istrinya, dan dia baca kitab sucinya, seharusnya dia tau bahwa saat2 itu adalah puncaknya susah. susah di atas susah. antara hidup dan mati. jihad seorang wanita. dalam kondisi ini, sebagai suami sepatutnya dia memikirkan dan mengupayakan hal yang terbaik bagi istrinya tercinta. dan itu pastinya bukan dengan membantu sendiri persalinan istrinya sendiri di rumah. who does he thing he is? pernah sekolah kebidanan? ngerti komplikasi melahirkan? Menjaga aurat istri sampai kalau perlu mengorbankan nyawanya? Kalo istrinya meninggal dalam persalinan, siapa yg mengurus anak-anaknya? He should re-think his belief. dan Puskesmas, Pustu, perlu lebih gencar mensosialisasikan persalinan yang sehat, dan GRATIS ini.

    istriku dokter. dan aku muslim. so I know a bit about this 🙂

Leave a reply to rezaslash Cancel reply